Bahwa kita
masih sanggup bersuara atas ketimpangan-ketimpangan sosial yang terus menjalar
dalam masyarakat adalah benar adanya. Bahwa suara-suara yang kita sampaikan
tidak harus dengan menggerakkan pita suara hingga ceumiriek rungguek
adalah benar adanya. Bahwa ada banyak media-media alternatif agar suara
tersampaikan pada yang dituju juga benar adanya, adalah celah lain yang
dipergunakan Geulanceng sebagai usaha menjadi 'wakil rakyat' di luar ‘wewakil
resmi’. Bahwa wewakil rakyat yang telah kita utus, kelak, hanya
mengongkang-ongkangkan kaki saja adalah perihal yang telah diprediksi sebelumnya, adalah alasan terkuat kenapa kita merasa penting untuk mewakilkan diri
sendiri di ruang-ruang publik.
Keterwakilan
sejati adalah manakala kau tidak perlu sibuk-sibuk mengganggu ketertiban umum
dengan marah-marah di warung kopi karena tindak nepotis para birokrat sehingga kau
kehilangan tempat di kantor mereka sebagai seorang pegawainya. Untuk
mewakilkan diri oleh sebab orang-orang yang kita utus sebelumnya telah
bertindak khianat, kau juga tak mesti kalap dengan melakukan tindak kriminal
seperti melemparkan batu ke atap rumah mereka atau melakukan aksi tak elok
seperti peu bocho bhan moto kepunyaan si pengkhianat. Ini tentu saja
perbuatan cela, walau pun dalam konsep perlawanan paling purba dunia berlaku:
darah dibayar darah, gigi dibayar gigi, dan seterusnya.
Geulanceng telah
memproduksi satu kaos untuk memungkinkan para pemakainya bisa mewakilkan diri
terhadap pelbagai perlakuan menimpang (pengkhianatan) para wakil rakyat –ini juga
berlaku kepada para pengkhianat rakyat lainnya– yang telah kita utus. Dengan kaos
ini seseorang tak perlu melakukan perbuatan tak terpuji seperti disebutkan
sebelumnya sebagai bentuk perlawanan atas segala ketimpangan.
Cukup dengan
menyandarkan punggung dengan santainya seraya memainkan batang rokok di jemari sambil sedikit membusungkan dada untuk menonjolkan tulisan di kaos yang
bertulis: "Duek di kanto baca koran. Buet pih tan, gaji jih raya," adalah salah
satu usaha mewakilkan diri kita sendiri dengan cara yang bijak tanpa harus
menguras tenaga hingga berkucuran keringat. Tanpa harus bertindak anarkis yang akan melahirkan banyak umpat.
Menyerahkan
suara secara mentah-mentah pada orang-orang di legislatif untuk kemudian
diracik sedemikian rupa dalam memudahkan partai mendapat persetujuan majelis
adalah kesia-siaan yang kita ulang-ulang dari dulu hingga sekarang. Dengan alasan yang terkadang amat
teoritis dan butuh beberapa jam dijabarkan, ‘suara’ kita adalah nafas. Seberapa
pun busuk baunya, tetap bermanfaat bagi mereka yang berminat menikmati sensasi
sebagai anggota legislator. Kemudian ‘suara’ kita yang bak nafas itu kian larut dalam
tarik ulur kepentingan partai dalam gedung parlemen. Tapi setelah suara-suara kita diraup dalam pesta lima tahun sekali itu, lihatlah! Adakah kesejahteraan dan keadilan kita terima dari mereka yang mendulang suara kita itu? Sampai sekarang kita bisa menjawabnya dengan kata tidak. Tidak ada kesejahteraan, dan tidak ada pula keadilan. Yang ada hanyalah pemanfaatan ruang-ruang kantoran sebagai tempat paling asik baca koran pagi dan jep kupi sikhan oleh orang-orang yang telah kita dapuk ke kursi-kursi empuk gedung perwakilan.[]
Thank you, your article is very good
BalasHapusviagra asli
cialis asli
viagra jakarta
viagra asli jakarta
toko viagra jakarta
jual viagra jakarta
agen viagra jakarta
toko viagra asli
jual viagra asli
jual viagra
toko viagra
agen viagra
cialis jakarta
cialis asli jakarta
titan gel asli
titan gel jakarta
titan gel asli jakarta
viagra cod jakarta
obat viagra jakarta
obat viagra asli
viagra usa
viagra original
obat viagra
obat kuat viagra
jual cialis
toko cialis
obat cialis
obat cialis asli
obat kuat cialis
obat cialis jakarta
toko cialis jakarta
jual cialis jakarta
agen cialis jakarta
toko titan gel
jual titan gel
vitamale asli
permen soloco asli
maxman asli
vimax asli
viagra
titan gel
hammer of thor
hammer of thor asli
hammer of thor jakarta
hammer of thor asli jakarta