"Untuk hal-hal yang telah terpikirkan dan kemudian terlupakan, kami mengemasnya dalam desain-desain ingatan."
Jumat, 20 Januari 2017

Boh manok kom adalah telur ayam yang sudah tak bisa dikonsumsi walau sekadar dijadikan mata sapi. Konon lagi didadar. Juga tak bisa menetas jadi anak ayam sekalipun seumur hidup dierami. Maka celakalah si induk ayam yang mengeram telur busuk. Sampai kram dan tepos pantatnya, atau sampai menderita wasir stadium tinggi sekalipun, tak jua ia menetas anak ayam tercinta.

Mengeram ide dalam pikiran, melulu dalam pikiran, tanpa dijelmakan dalam kerja nyata, adalah siblah duablah dengan induk ayam yang mengeram boh manok kom itu. Bertahun-tahun pacaran namun berakhir tidak pada ijab kabul nikah sebab alasan belum mapan amsal induk ayam lain yang sama bangai-nya dengan induk ayam pertama.

Sederhananya, karom boh manok kom bisa dikatakan sebuah kesia-siaan yang dilakukan dalam jangka waktu lama. Serius. Dan bahkan banyak yang tanpa sadar melakukannya dengan sungguh-sungguh dan riang gembira.

Seorang teman, sebut saja Stalinov, tahu betul tentang hal itu. Beberapa waktu lalu ia bercerita, oh, maaf, maksudnya curhat. 

Sebagai orang yang aktif dalam pelbagai organisasi sosial kepemudaan, ia punya banyak kenalan. Dari elit politik sampai elit urban yang kritis terhadap apa pun sekitarnya. Bahkan ia akrab dengan orang biasa yang ia kenal saat memberi workshop ke desa-desa seputaran kota. Dalam keseharian Stalinov murah senyum, energik, punya pandangan yang otentik terhadap isu politik, ekonomi, hingga tata kelola kota sekelas Banda Aceh. Tidak heran jika nama Stalinov berkibar dalam pergaulan kelas tinggi, menengah dan rendah. 

Jelang pilkada yang lalu, karena senior-senior di organisasinya lazim merapat ke partai, Stalinov memilih sayap kepemudaan sebuah partai. Dalam sayap partai, ia yakin bisa berbuat lebih luas dengan sedikit berharap levelnya akan naik dari aktivis sosial menjadi aktivis politik. Walau dia menampik dikatakan pragmatis ketika masuk ke arena politik praktis, meskipun, baru sekadar tim hore-hore.

Mendekati pilkada, ia otomatis masuk tim sukses pasangan calon (paslon) usungan partainya dan koalisi. Konsolidasi, organisir, menjembatani cawalkot dengan pemilih muda hingga kerja-kerja pencitraan, ia kerjakan dengan energi melimpah. Bahkan untuk biaya operasional, tanpa pikir panjang, ia keluarkan uangnya sendiri. Stalinov melakukannya dengan kegembiraan yang ia sendiri jarang mendapatkan suasana hati segembira itu.

Ia turun mendekati pemilih pemula di sekolah menengah melalui tangan pengurus OSIS yang telah lama dibinanya. Di sana ia tidak berkampanye, Stalinov hanya berdiskusi tentang pandangan siswa terhadap walikota petahana. Ia lebih banyak mendengar. Kadang diskusi dilangsungkan di taman kota atau di tempat nongkrong orang muda yang bertebaran di Banda Aceh.

Untuk level mahasiswa, ia tidak perlu capek melakukan organisir. Sebab juniornya di sebuah organisasi himpunan mahasiswa sudah mampu menangani hal itu. Stalinov cuma mengarahkan saja dengan strategi-strategi pendekatan yang humanis dan beradab.

Komunitas berbasis hobi anak muda perkotaan juga tak lepas dari tangannya untuk diajak mendukung paslon yang dibelanya. Mulai dari club motor, pecinta burung, kumpulan dede-dede gemes yang tidak mau disebut ngehe, penikmat kopi hingga komunitas yang ia bidani sendiri dalam kalang kabut konsolidasi ia dekati dan pengaruhi. Sebagai jagoan orang muda, ia ingin dilirik paslon sebagai si gesit nan tangkas yang selalu sukses membangun jaringan politik berbasis kepemudaan. Layak diganjar dengan rupiah atau proyek pembangunan fisik kecil-kecilan. Walau itu tak selalu diimpikannya.

Asbab kelihaiannya membidani kelahiran komunitas, pendekatan dialogis dengan orang muda, menjaga komunikasi dengan kaum tua, Stalinov menempati urutan tinggi dan memang dibutuhkan untuk konsolidasi massa pemenangan. Kemampuannya sudah berkali-kali teruji untuk pemenangan ketua eksekutif mahasiswa, perebutan ketua sayap kepemudaan partai, pemilihan ketua himpunan mahasiswa kecamatan, hingga pemilihan ketua OSIS, yang di semuanya itu, posisi Stalinov adalah tokoh kunci. Ini berkali-kali dilakukan seperti mahasiswa praktikum. Stalinov tahu, organisasi kecil yang ia garap itu tak ubahnya laboratorium. Di sana ia menerapkan semua pengalaman yang dimiliki untuk sampai pada lahan yang garapannya lebih luas; Pilgub (pemilihan gubernur).

***
Di sebuah warung kopi di tengah kota, setelah gempita Pilkada saat itu selesai, Stalinov menceritakan pengalamannya. Namun, kali ini ia lebih banyak merefleksikannya dengan ungkapan yang lebih filosofis. Raut wajahnya memancarkan rona ibarat orang yang baru saja taubat.

"Pilgub kali ini, tak ada lagi kerja gratis. Semua sepak terjang konsolidasi sudah berbayar," ungkapnya sembari menunduk.

Dulu, Stalinov tidak dijanjikan proyek fisik atau ganjaran uang untuk kerja-kerja politiknya. Ia hanya akan dihadiahi rute birokratik yang pendek untuk segala pengurusan yang berhubungan dengan pemerintah. Semisal ketika ingin mengurus SKCK atau kartu BPJS. Hadiah yang akan didapatinya itu mampu memangkas rute birokrasi tanpa harus menjadi bola ping pong sebagaimana orang kebanyakan. 

Sayangnya, paslon yang didukungnya tidak berhasil memenangkan pertarungan. "Sudah jatuh, teugidh'am pula." Dan sekira hari ini ia harus mengurus Surat Kuning (baca: Kartu Pencari Kerja), kau boleh bertaruh Stalinov akan menempuh rute birokrasi yang panjang dan penuh tikungan tajam.  

Kerja politik Stalinov yang menghasilkan kehampaan semata, akhirnya membebani 'ongkos silaturrahmi' bagi paslon yang dalam hal ini sebagai perpanjangan tangan investor politik yang keberadaannya tak berwujud. Mesin politik yang dikendarai oleh semua paslon secara otomatis mengikutsertakan juru iming-iming, bidan organisasi, penggarap massa dan pemasang umbul-umbul. Yang kesemuanya tidak akan pernah bisa bergerak atas komando loyalitas semata, kecuali terlebih dahulu disuguhkan peng poding.

Saat itu Stalinov tak pernah bisa berdamai dan benar-benar membenci para penghisap peng poding. Tapi pada pilgub tahun ini, apa boleh buat, kesehatan fisik dan keselamatan non fisik adalah penting dalam kerja-kerja pragmatik. Stalinov belajar banyak darinya.[] 
Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama

1 komentar: