"Untuk hal-hal yang telah terpikirkan dan kemudian terlupakan, kami mengemasnya dalam desain-desain ingatan."
Sabtu, 02 November 2013

Dengan rahmat Allah Yang Maha Pengasih lagi luas Maha Penyayang, kita sedang hidup di tengah makin menyempitnya kepemurahan kita dalam interaksi sosial. Sadar atau tidak ini memang harus kita akui semua. Semua kenikmatan keluasan kasih sayang Allah itu, telah dapat menggerakkan pikiran dan akal sehat hingga mudah bagi kita menalari berbagai macam hal menyangkut individual dan komunal. Kita dapat berbagi dengan leluasa tanpa perlu mengungkit-ngungkit pemberian.

Zaman telah bergerak melampaui ke-postmodern-an cara kita berinteraksi. Kita kerap abai pada hal-hal kecil semisal mengunjungi kerabat untuk sekadar duduk di teras belakang rumah. Minum teh sore sambil bercengkerama tentang stabilitas politik yang kian hari kian menaklukkan pikiran seorang filsuf sekalipun. Atau bercengkrama tentang janda seberang jalan yang makin hari makin terasa 'aneh' lirikan matanya. Cengkrama ini tentu saja kita umbar sambil berbisik-bisik setelah memastikan tak ada kuping lain ikut nimbrung.

Beginilah kita. Yang hari ini selalu berusaha sekuat tenaga untuk mengeksiskan diri dengan bertebaran di mana-mana. Di trotoar yang penuh barang dagangan hasil luapan dari dalam toko grosir, di perkantoran yang ruangannya penuh wewangian parfum mahal-mahal, di warung kopi yang hari-hari paling sakral pun tidak pernah kehilangan peminatnya, di majelis-majelis intelektual saat orang cerdik pandai mempresentasikan temuannya tentang berubahnya pola hidup masyarakat. Saat usaha mengeksiskan diri ini semakin gencar kita lakukan, kita lupa bahwa lambat laun sedang ditelan modernitas prematur.

Di sana-sini, religiusitas booming di kalangan orang-orang pandir. Entah bagaimana nilai-nilai religi makin terasa berkurang setelah makin menggilanya ahli-ahli agama instant yang cuap-cuap di televisi. Cuap-cuap yang selalu saja dibarengi dengan tangisan, dan tak lupa per 3-5 menit sekali dijedakan dengan iklan deodorant.

Sampai di sini, kami sepakat untuk saling melempar tanya: siapa sih berani membanderol agama secara terang-terangan?[]

1 komentar: