"Untuk hal-hal yang telah terpikirkan dan kemudian terlupakan, kami mengemasnya dalam desain-desain ingatan."
Selasa, 18 Maret 2014

Kami tidak menamakan bentuk kerjasama politis itu dengan persekongkolan. Sebab, setelah membolak-balikkan Kamus Tesaurus, kata sekongkol lebih merujuk kepada berkumpulnya para begundal. Dan alangkah tak eloknya bagi moral kita sendiri jika menyebutkan para politisi yang sekarang sudah menampakkan diri agak baik-baik hati itu sebagai para begundal. Untuk menghindari nada politis, desain yang disajikan ini juga kami jauhkan dari kata koalisi atau kata lain yang maknanya serupa dengan itu.

Kami memilih kata sekutu (dengan menulisnya pakai ejaan lama: sekoetoe) untuk merepresentasikan suatu anggukan politis yang pekan lalu telah kita saksikan dengan nyata dan banyak dimuat di berbagai berita. Sekoetoe, kemudian kami artikan dalam sekalimat taklimat berbahasa Aceh: "Dilee musoh jinoe rakan, saboh tujuan reugam tahta," yang jika diindonesiakan terbaca: "Dulu musuh sekarang teman, satu tujuan menggenggam tahta."

Tahap selanjutnya, kami tentu saja tak membatasi para saudara-saudara kami yang punya pemikiran lain menyoal berkumpulnya para politisi yang dulunya bermusuhan demi mewujudkan kepentingan kekuasaan. Sebab jika ditelusuri sepak terjang orang-orang yang kita maksud itu, tak akan dikenakan pasal pidana pula jika kita memanjangkan kata sekoetoe menjadi sekumpulan para kutu-kutu, di mana keidentikan sifat binatang itu sudah kita lazimi bersama.

Lantas untuk mengingatkan bahwa menghindari dunia politik adalah sama halnya seperti meng-idiotkan diri, kami mencoba menawarkan suatu pandangan agar orang-orang tidak merasa alergi terhadap politik, kecuali mendudukkannya sebagai suatu objek yang harus selalu dikritisi dengan berbagai kemungkinan-kemungkinan.

Sebab sebagaimana disebut Bertolt Brecht, "Buta terburuk adalah buta politik, dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik. Orang yang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu tidak tahu bahwa, dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional."[]

1 komentar: