"Untuk hal-hal yang telah terpikirkan dan kemudian terlupakan, kami mengemasnya dalam desain-desain ingatan."
Senin, 16 Maret 2015



Atau bagi seorang cabul tulen, pahlawan menurutnya adalah apa atau sesiapa saja yang bisa membuat senjata pamungkasnya bisa tegak berdiri terus selama hayat dikandung badan. Untuknya itu sangat penting. Karena jika tidak, maka leburlah gelar kecabulan yang disandangnya. 
Di zaman cabul, yang di dalamnya hidup orang-orang cabul dalam artian yang lebih luas, dimana kita yang tingkat kecabulannya tidak benar-benar cabul, berbaur dengan mereka dalam satu tatanan sosial cabul, tentu memerlukan sosok pahlawan sekadar tempat bersandar suri tauladan pada hari-hari peringatan. 
Tahukah kau makna pahlawan bagi orang-orang cabul?
Tidak? Baiklah. Kami juga tak seberapa tahu. Tapi dengan banyak kejadian cabul yang setiap hari berseliweran di banyak berita media massa, setidaknya kita bisa menerka-nerka. Bahwa pahlawan bagi orang-orang cabul punya banyak makna sesuai kondisi yang dihadapi depan mata. Bulan maulid dan ramadhan mereka punya pahlawan berupa sosok-sosok almarhum bersurban, sampai di Medan idolanya berganti ke sosok-sosok artis yang enggan berpakaian sopan.
Yang pasti tidak seorang pun di antara orang-orang cabul mau jadi pahlawan. Pahlawan adalah orang-orang yang cepat mati. Seperti kata Soe Hok Gie, "... pahlawan adalah seorang yang mengundurkan diri untuk dilupakan seperti kita melupakan yang mati untuk revolusi."
Pahlawan adalah orang-orang malang, yang setelah berani menentang, mati, dilupakan, dan kemudian akan diingat kembali ketika hari peringatannya telah ditetapkan dengan anggaran besar acara kenduri. Tentu anggaran itu bisa disulap sana-sini. Mulai dari pengadaan teratak yang biaya sewanya bisa dimark-up seenak hati, sampai ke biaya pengadaan sabun colek dan boh timon tewan untuk cuci piring dan cuci mulut para tetamu yang harganya disamaratakan dengan kurs dolar.
Orang-orang cabul punya pikiran bahwa pahlawan adalah tumbal. Kuburannya akan jadi tempat meratap ketika hari tabur bunga datang setahun sekali. Juga tempat mencuci muka paling khidmat, yang setiap raut wajah murung yang sengaja dibikin sedemikian rupa sudah barang pasti akan kena jepret kamera tukang kodak (baca: fotografer) istana. Besok, raut wajah munafiknya terpampang di banyak media, atau bahkan di baliho-baliho pinggir jalan.
Selebihnya, pahlawan bagi orang-orang cabul yang tingkat kecabulannya sudah mencapai taraf na'udzubillah, adalah tempat terbaik mengulang ingatan akan pahitnya perjuangan, sekaligus tempat mengamini keberuntungan diri sendiri sebab bukan dirinya yang duluan mati.
"Untung ente duluan yang mati dalam perang malam itu. Coba kalo ente tidak mati. Mungkin hari ini kita sudah jadi musuh dalam berebut kursi," gumam orang cabul suatu kali.
Na'udzubillah sekali lagi.[]

0 komentar:

Posting Komentar