"Untuk hal-hal yang telah terpikirkan dan kemudian terlupakan, kami mengemasnya dalam desain-desain ingatan."
Selasa, 31 Maret 2015

Bagi patriot sejati, hanya ada dua pilihan ketika bangsanya dikepung penjajah: Merdeka atau Mati! Ini istilah lazim yang gampang ditemukan dalam risalah-risalah sejarah. Dan perang telah membuat para kompatriot tamat, sekaligus melahirkan banyak riwayat.

Lantas zaman berubah. Penjajah angkat kaki. Meninggalkan puing-puing di pundak pribumi. Tapi perang tak pernah benar-benar usai, sekalipun merdeka telah diteriakkan, ditetapkan, dan diperingati dalam pelbagai bentuk perayaan tiap tahun.

Setelah penjajah (common enemy) pergi, pribumi bertikai kembali. Sesama bangsa sendiri. Namun perang kali ini lebih khas. Yang terlibat perang adalah antar orang-orang berbahu tinggi, berpangkat menjulang, atau punya kuasa benderang. Orang kecil duduk dipinggir. Menonton dengan mata nyalang, menyaksikan hak-hak mereka dikorup sana-sini tanpa bisa berbuat apa-apa kecuali kalau lapar telah benar-benar mendera, dengan terpaksa mereka nyolong ubi tetangga. Itu pun berisiko dengan tuntutan tindak pidana yang hukumannya setara dengan hukuman perampok uang negara yang nominalnya milyaran rupiah. Jelasnya, perang kali ini telah mengubah pekikan Merdeka atau Mati menjadi: Merdeka or Money!

Orang-orang besar yang menyaru jadi orang kecil bersaksi: Ada banyak tumpok harta yang harus diperebutkan. Ada banyak jumlah anggaran yang perlu dikuasai. Semuanya mesti masuk lumbung kaum, keluarga, atau kalau muat dalam kantong pribadi.

Maka inilah zaman ketika jiwa patriotik endatu masa silam telah benar-benar berkalang tanah digantikan sifat kemaruk harta orang-orang sisa perang. Maka inilah zaman di mana ureueng-ureueng la'eh (baca: jelata) tak ubahnya pesakitan terkutuk yang sehari-harinya hanya bisa bisa menyaksikan orang-orang kelas atas berperang atas nama kuasa harta dengan bersembunyi dibalik slogan kepentingan rakyat biasa, yang setiap detil adegan pertikaian tersiar cepat di banyak media massa, sementara perut mereka telah demikian busung karena sudah dari minggu kemarin hanya bisa makan angin.

'Merdeka or Money!' adalah kutukan rakyat kecil dalam bentuk lain. Adalah fragmentasi dari seribu satu serapah yang tertuju kepada tuan-tuan besar munafik yang berperang di tampuk kekuasaan dengan embel-embel kepentingan rakyat banyak demi mengeruk keuntungan pribadi. 'Merdeka or Money!' adalah rangkuman harapan para jelata kepada penguasa kemaruk harta agar mereka segera insaf. Atau jika pun tak insaf-insaf juga, bisa jadi ia adalah taklimat: "Ya Tuhan, jika memang tukang korupsi tak pernah mau taubat, berilah mereka ketidakbahagiaan dunia akhirat!"

Sementara dari sebuah ruang fraksi samar terdengar, "Nyan nah, meunyo han leupah proyek daster dan beha nyan kali nyoe. Kakeuh ka gese kah dari kursi. Bah ku peuduek awak laen mantong. I kah nyan buet ubee t'iet han jeut ka olah. Cit bangai kah!"

Mungkin itu suara hantu. Siapa yang tahu.[]

0 komentar:

Posting Komentar