"Untuk hal-hal yang telah terpikirkan dan kemudian terlupakan, kami mengemasnya dalam desain-desain ingatan."
Rabu, 25 September 2013

Setelah sepakat memproduksi kaos lokal dengan mengangkat tema-tema keacehan aktual atau lampau, penamaan produk sempat menjadi obrolan hangat antar penemu kaos Geulanceng. Saat salah satu diantara tiga orang penemunya melontarkan, "Kabereh. Tanyoe sepakat cetak nyoe. Man merek bajee tanyoe peu? (Oke. Kita sepakat cetak nih. Tapi mereka kaos kita apa?)."

Hening adalah jawaban paling kutuk bagi yang bertanya. Tapi begitulah adanya. Untuk beberapa menit lamanya, tak ada jawaban sama sekali dari tiga orang ini, kecuali saling pandang saja. Ini terjadi sekitar bulan awal 2011, suatu sore di sebuah kedai kopi (kalau tidak salah yang berada persis di tepi Krueng Aceh).

"Bagaimana kalau dengan nama geulanceng saja?," kata salah seorang tiba-tiba memecahkan heningnya suasana. Dua orang lainnya saling pandang sambil berkerut dahi. Sementara yang menyebut itu nama memandang bolak-balik dari satu wajah ke wajah yang lain dua temannya. "Kiban, kiban?"

"Bereh. Jeut nyan," jawab yang satu. "Okelah meunyo kajeut. Lom pih, biasa jih kata-kata spontan keuh yang get udep bak ureueng rame, (Oke juga kalau sudah bisa itu. Lagian, biasanya kata yang lahir secara spontanitaslah yang membumi di kalangan orang banyak)," timpal yang satu lagi setuju.

Sepakat dengan nama tersebut. Ditaballah Geulanceng jadi merk produk baju. Produk yang mengandalkan ide-ide liar dalam kepala kemudian dituangkan dalam desain-desain unik di berbagai warna baju kaos. Pun sepakat, dasarnya awak pemberi nama belum punya jawaban serius jika ditanyakan makna filosofis Geulanceng waktu itu. Dan siapa pun di antara pemberi nama boleh mengarang-ngarang sendiri jawabannya sesuai selera kepala si penanya. Begitu kesimpulan pembicaraan pada sore bulan awal 2011, di tepi Krueng Aceh.

Dan kesimpulan itu masih berjalan sampai sekarang tanpa harus menyalahkan siapa pun saat menjelaskan makna Geulanceng manakala suatu waktu yang tak tentu seseorang tak dikenal memberhentikan kita di tengah jalan hanya untuk bertanya, "Hai geulanceng merk bajee nyang gata pakek nyan peu binatang le?"
Ini dipertahankan tak lebih dari usaha awak Geulanceng sendiri untuk tidak terlalu menyeragamkan diri dalam berpikir, dalam berbuat apa lagi berpendapat. Sebab sudah barang tentu seragam biasanya bikin akal gundul-kurang waras, bikin pikiran tumpul-kurang awas.[]

0 komentar:

Posting Komentar